Sabtu, 16 Januari 2016

Pengeprak

Pengeprak ing Wahyu Ketoprak Wahyu Manggolo


“Sesaji terbang ketengah-tengah sawah dengan sendirinya tanpa tumpah maupun rusak sedikitpun, Angin besarpun datang sehingga merobohkan panggung pementasan”. Kejadian ini yang akan selalu lekat dalam ingatan lelaki berbadan kekar, bertato dan memakai gelang rantai itu. Hal yang sangat aneh dan tidak masuk akal itu benar-benar terjadi ketika berlangsungnya lakon yang dianggap mistik itu dipentaskan di Karang Wotan.
Pada saat berlangsungnya ketoprak mengangkat tema yang memang dianggap mistik, sedangkan yang menanggap ketoprak sang suami istri juga mempunyai dua agama yang berbeda. Konon apabila mengadakan pertunjukan dan orang itu asli jawa hendaklah ada sesajen, sedangkan pada saat itu penanggap tidak menaruh sesajen karena mempunyai kepercayaan lain. Terjadilah hujan angin besar sehingga merobohkan panggung yang mula-mula berdiri gagah megah, sesaji yang dibuat oleh anggota ketoprak terbang ketengah-tengah sawah tanpa rusak sedikitpun. Memang aneh tapi itu benar-benar nyata.
Usut punya usut menurut kepercayaan  masyarakat jawa setiap mengadakan acara hiburan ketoprak dan mengangkat tema yang dianggap mistik sebagai contoh lakon Ariya penangsang, lakon Brotosuro, serta lakon-lakon yang berbau mistik lainnya hendaknya disiapkan yang namanya sesaji, tujuannya supaya selamat dan pementasan berjalan dengan lancar tanpa gangguan dari makhluk lain yang tidak terlihat atau sosok penunggu tempat berlangsungnya pertunjukan, tutur laki-laki berbadan kekar tadi.
 Tetapi semua itu tidak lantas membuat setiap orang harus ataupun diwajibkan menyiapakannya karena setiap orang mempunyai kepercayaan masing-masing. Berbagai pengalaman dan kejadian dari hal yang aneh dan hal yang tidak masuk akal telah beliau lewati dan rasakan selama menjadi pengeprak diberbagai ketoprak. Lelaki yang bernama Pak Hadi tersebut telah mencicipi pahit dan manisnya pengalaman didunia ketoprak, khususunya dalam menjalankan profesinya sebagai pengeprak.
Awal mulanya dari zamannya beliau ikut ketoprak Siswa Budaya, Marga Budaya, Sri Kencana, Anom Budaya Kediri hingga yang terakhir dan geluti sampai sekarang di Wahyu Manggolo. Beliau mengikuti Wahyu Manggolo dari dulu sampai sekarang sudah 16 tahun dari tahun 90-an. Wahyu Manggolo sendiri berdiri pada tahun 1986.
Dari pengalaman lelaki yang berasal dari Jakenan tersebut sudah tentu tidak perlu diragukan lagi keahliannya menjadi seorang pengeprak. Ketika ditanya tentang keahlian yang dimilikinya tersebut didapat darimana, dengan tegas beliau menjawab dari bakat dirinya sendiri. Bakat yang terpendam itu muncul dan dapat berkembang dengan bantuan sosok yang bernama Pak Lasmin seorang pengendang yang juga ikut berperan dalam dunia ketoprak.
Melihat pemuda yang berbakat tesebut Pak Kamin tergugah hatinya untuk membantu pemuda yang bernama Pak Hadi tadi. Beliau selalu mengajak  Pak Hadi untuk mengikuti dan menonton ketoprak bersamanya. Dari hal ini Pak Hdi mulai belajar menjadai pengeprak dan bisa mengembangkan potensinya didunia ketoprak khususnya menjadi pengeprak.
Peran Pak Hadi sebagai pengeprak Wahyu Manggolo. Memang diakuinya tidak mudah menjadi seorang pengeprak karena seorang pengeprak harus mampu mengatur kapan keluar masuknya pemain ketoprak dan mengatur segala yang berakaitan dengan tata panggung dan pakeliran yang dipakai. Kendala dan kesulitan yang paling dirasa berat yaitu ketika ada lakon baru yang mebutuhkan kekompakan antara pengeprak dan niyaga. Keduanya harus bisa bekerjasama dan sepersetujuan agar pertunjukan bisa berjalan.
Pengeprak berperan penting dalam mengatur jalannya pementasan karena pengeprak menjadi kunci utama berlangsungnya pagelaran ketoprak. Ungkapnya kalau diibaratkan televisi pengeprak itu ibarat remotnya dimana menjadi kunci acara, sedang menurutnya kalau didunia pewayangan seorang pengeprak itu didibaratkan sebagai dalangnya, seorang pengatur yang mengatur lakon dan mengarahkan para pemainnya.
Kami juga sempat menyinggung tentang lakon yang dibawakan dalam pementasan. Dari keterangan beliau setiap lakon yang dipentaskan itu didasarkan kepada permintaan penanggap, jadi setiap menggelar pagelaran ketoprak selau dilakukan dengan seketika dalam arti tanpa persiapan terlebih dahulu. Dari hal ini berarti setiap pemain dan semua anggota ketoprak harus pintar-pintar menempatkan dirinya sebagaimana posisinya sebagai anggota ketoprak supaya pementasan bisa berjalan sesuai tujuan yang hendak dicapai.
            Selain itu kami juga sempat bertanya tentang anggota ketoprak lakukan apabila pada saat waktu pementasan terjadi hujan lebat, Beliau menjawab”itu tidak menjadi masalah, selama pertunjukan masih bisa dilaksanakan”. Jawaban itu membuat kami takjub betapa hebatnya mereka, selalu bersungguh-sungguh dalam menjalankan pekerjaan mereka sebagai pemain ketoprak.

Asal-usul Wayang kulit



WAYANG KULIT
Kesenian wayang utawa  ringgit menika salah satunggaling kesenian jawa, kesenian ringgit menika sampun wonten saderengipun kebudayaan Hindu mlebet ing  Indonesia lan wiwit berkembang ing jaman Hindu Jawa. Pertunjukan Kesenian wayang menika asil saking sisa-sisa upacara keagamaan tiyang Jawa yaiku sisa-sisa saking kepercayaan animisme lan dynamisme.
Miturut Kitab Centini, asal-usul wayang Purwa dipunsebutaken menawi kesenian wayang menika mula-mula dipunripta Raja Jayabaya saking Kerajaan Mamenang / Kediri. Sekitar abad ke-10 Raja Jayabaya ngripta gambaran saking roh leluhuripun lajeng dipungambar ing godhong lontar. Bentuk gambaran wayang menika dipuntiru saking gambaran relief cerita Ramayana ing Candi Penataran ing Blitar. Dheweke nganggep Cerita Ramayana menika cerita ingkang narik perhatian amerga Jayabaya uga termasuk penyembah Dewa Wisnu ingkang setya. Figur utawi tokoh ingkang dipungambar kaping pisanan yaiku gambaripun Batara Guru utawa Sang Hyang Jagadnata yaiku perwujudan saking Dewa Wisnu.


Sumber: